Mataram, 4 Juli 2025 – Pemerintah Brasil dan keluarga pendaki Juliana Marins (26) merencanakan gugatan hukum internasional terhadap otoritas Indonesia atas kematian pendaki asal Brasil tersebut di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Juliana dilaporkan jatuh ke jurang setinggi sekitar 600 meter pada 21 Juni 2025 saat mendaki di jalur Cemara Nunggal. Evakuasi baru berhasil dilakukan pada 24 Juni setelah empat hari pencarian, yang menurut pihak keluarga tertunda karena cuaca buruk dan medan ekstrem.
Keluarga Juliana melalui akun Instagram @resgatejulianamarins menyebut terjadi “kelalaian besar” oleh tim penyelamat dan berencana melanjutkan perjuangan ke jalur hukum “karena itulah yang dia layak terima”. Menurut keluarga, seandainya bantuan tiba dalam tujuh jam pertama, mungkin Juliana masih bisa diselamatkan.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Brasil melalui Kementerian Luar Negeri dan keterwakilannya di Jakarta diperkirakan akan membawa kasus ini ke ranah Hukum Hak Asasi Internasional. Kompas.com melaporkan bahwa jenazah Juliana telah tiba di Brasil pada 1 Juli dan keluarga akan melakukan autopsi ulang untuk memperjelas penyebab serta waktu kematiannya.
Di pihak Indonesia, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) dan Pemerintah NTB menyatakan evakuasi sudah dilakukan dengan prosedur standar. Plh. Sekda NTB, Lalu Moh Faozal, menyatakan izin pendakian serta proses penyelamatan sudah sesuai pedoman, serta keluarga diperbolehkan melakukan autopsi ulang.
Menurut data forensik awal dari otopsi Bali, Juliana meninggal akibat trauma benturan dengan fraktur berat, bukan hipotermia, dan diperkirakan wafat sekitar 20 menit setelah jatuh. Namun keluarga masih mempertanyakan ketepatan waktu intervensi penyelamatan.
Pengamat hukum menilai, jika terbukti ada aspek kelalaian atau pelanggaran hak manusia, Brasil bisa membawa kasus ini ke forum internasional seperti Pengadilan HAM atau PBB . Keluarga Juliana juga telah mengajukan permohonan autopsi ulang di Brasil, yang telah disetujui oleh otoritas kesehatan setempat pada 2 Juli 2025.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri RI terkait rencana gugatan Brasil ini. Kasus ini memicu diskusi publik mengenai protokol keselamatan pendakian dan prosedur evakuasi dalam kondisi ekstrem di wilayah wisata alam Indonesia.
